PCM Kota Sumenep Napak Tilas Jejak KH Ahmad Dahlan di Hari Pahlawan

Share

Alapalapnews.com, Yogyakarta – 10 November 2025, Dalam momentum Hari Pahlawan Nasional Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kota Sumenep melaksanakan kegiatan napak tilas jejak langkah Sang Pencerah, KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta.
Kegiatan ini bukan sekadar perjalanan sejarah, tetapi juga menjadi ruang reflektif dan ilmiah dalam memahami integrasi antara ilmu, iman, dan amal, sebagaimana menjadi inti falsafah gerakan Muhammadiyah.

Napak tilas ini dipandu langsung oleh Mas Ahmad Paramasatya, generasi keempat (canggah) KH Ahmad Dahlan. Dengan pendekatan historis dan antropologis, ia memaparkan kisah perjuangan KH Ahmad Dahlan secara runtut dan mendalam tidak hanya sebagai tokoh agama, tetapi sebagai reformis sosial dan pemikir modern Islam.
Ia mengulas hal-hal yang sering luput dari penulisan sejarah populer, seperti kehidupan keluarga, prinsip kesederhanaan, sikap terhadap harta, dan dinamika intelektual yang melatari keberanian KH Ahmad Dahlan dalam membenahi arah kiblat di tengah resistensi masyarakat kala itu.

Dalam perspektif epistemologis, tindakan KH Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat bukan sekadar koreksi geografis, melainkan simbol transformasi epistemik , menggeser orientasi keberagamaan dari dogmatis ke rasional-empiris. Ia memperkenalkan paradigma baru bahwa agama dan ilmu tidak dapat dipisahkan, dan kebenaran harus dicari dengan nalar yang jernih serta keberanian moral. Kata Mas Ahmad yang merupakan Alumni Universitas Gajah Mada itu.

Puncak kegiatan terjadi ketika rombongan PCM Sumenep berkunjung ke Langgar Kidul tempat KH Ahmad Dahlan dahulu mengajar dan menuntun murid-muridnya beribadah. Di tempat suci itu, masih tampak goresan arah kiblat hasil pengukuran KH Ahmad Dahlan sendiri — saksi bisu dari rasionalitas dan spiritualitas yang menyatu.

Ketua PCM Kota Sumenep, H. Mardi Kusdani, tak kuasa menahan haru saat menapaki tempat tersebut.

Kami sungguh bersyukur dan bangga bisa bertemu langsung dengan keturunan beliau. Penjelasan Mas Ahmad Paramasatya membuat sejarah menjadi lebih hidup, valid, dan bernilai ilmiah. Apalagi kami diberi kesempatan melaksanakan salat di tempat KH Ahmad Dahlan dahulu beribadah. Melihat goresan arah kiblat yang dibuat sendiri oleh beliau menimbulkan rasa getar spiritual yang sulit dilukiskan,” tutur H. Mardi dengan mata berkaca-kaca.

Semoga KH Ahmad Dahlan dan para tokoh Muhammadiyah yang telah mendahului mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT,” tambahnya sesaat setelah memimpin salat Zuhur berjamaah di langgar bersejarah itu.

Suasana hening dan khusyuk mengalir di antara peserta. Tangis haru menjadi ekspresi spiritual sekaligus kesadaran historis — bahwa langkah kaki mereka sedang menyentuh tapak awal lahirnya peradaban Islam berkemajuan.

Napak tilas ini bukan sekadar kegiatan sejarah, tetapi juga ruang interdisipliner yang menghubungkan dimensi :

1. Dimensi Teologis, melalui peneladanan nilai tauhid, ikhlas, kesederhanaan dan istiqamah KH Ahmad Dahlan;
2. Dimensi Filosofis, dengan pembacaan ulang tentang makna pencerahan (tanwir) sebagai gerakan pembebasan dari kebekuan berpikir;
3. Dimensi Sosiologis , dengan penegasan pentingnya dakwah yang membumi dan kontekstual
4. Dimensi Pendidikan sebagai strategi membangun masyarakat berkemajuan melalui ilmu dan amal.

Rombongan juga melakukan ziarah ke perjalanan ke Makam Islam Karangkajen, tempat bersemayam KH Ahmad Dahlan bersama tokoh-tokoh Muhammadiyah awal seperti KH. Hisyam, KH Ibrahim , KH AR Fachruddin, Prof Lafran Pane, Prof. Yunahar Ilyas dan yang lainnya Di lokasi yang sama juga dimakamkan Raden Mohammad Saleh Werdisastro dan istrinya Raden Ayu Masturah, tokoh asal Sumenep yang berjasa besar dalam pengembangan pendidikan dan dakwah. Nama Raden Ayu Masturah kini diabadikan menjadi Masjid Al-Masturah di kompleks SMA Muhammadiyah 1 Sumenep.

Raden Mohammad Saleh Werdisastro sendiri tercatat sebagai Ketua Muhammadiyah Sumenep generasi awal, pendiri sekolah dasar yang kini menjadi SDN Pangarangan 3 Sumenep serta turut berperan dalam pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Surakarta. Dalam catatan sejarah, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Yogyakarta, Residen Kedu dan Wali Kota Surakarta dua periode — bukti nyata integrasi nilai Islam dengan kepemimpinan modern.

Kegiatan ini turut didampingi oleh Ibu Sri Lestari Linawati dari Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang juga dosen dan pejabat struktural di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Kehadirannya menandai jembatan antara dunia akademik dan gerakan dakwah, sesuai dengan semangat Muhammadiyah yang selalu menempatkan ilmu sebagai poros gerak kemajuan.

Kegiatan napak tilas ini menegaskan kembali bahwa gerakan Muhammadiyah bukan hanya organisasi sosial-keagamaan tetapi juga peradaban pemikiran yang menautkan teologi, ilmu, dan praksis sosial. Dari Langgar Kidul hingga panggung dunia, spirit KH Ahmad Dahlan terus hidup sebagai energi pencerahan yang melintasi zaman, Selamat Hari Pahlawan 10 November 2025 Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah.

 

(Adi)


Share

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *