Alapalapnews.com, DENPASAR – Gelombang kritik publik kembali menyeruak di Denpasar. Kasus narkoba yang semestinya menjadi prioritas pemberantasan justru menghadirkan tanda tanya besar setelah muncul dugaan “tangkap–lepas” terhadap salah satu terduga pembeli narkoba berinisial S di lingkungan Satresnarkoba Polresta Denpasar.
Informasi yang beredar menunjukkan bahwa dua orang berinisial B dan D telah ditangkap dan ditahan pada 20 November 2025. Namun, seorang terduga pembeli lain berinisial S diduga tidak diproses atau tidak dilakukan penahanan. Kondisi inilah yang kemudian memunculkan dugaan adanya perlakuan berbeda dalam penegakan hukum.
Permohonan Salinan BAP Mandek Sejak 18 November 2025
Kuasa hukum para tersangka dikabarkan telah mengajukan permohonan turunan salinan BAP sesuai Pasal 72 KUHAP pada 18 November 2025. Namun hingga 1 Desember 2025, dokumen tersebut belum diterima.
Keterangan yang beredar menyebutkan bahwa permohonan tersebut belum “turun dari pimpinan”, sehingga penyidik belum dapat menyerahkan salinan BAP. Penundaan tanpa batas waktu inilah yang dianggap janggal oleh keluarga tersangka dan praktisi hukum, mengingat:
Pasal 72 KUHAP menjamin hak tersangka/pengacara untuk meminta turunan dokumen pemeriksaan
Penundaan tanpa alasan tertulis dapat dianggap maladministrasi
Transparansi penyidikan adalah kewajiban, bukan diskresi
Situasi ini menimbulkan kecurigaan adanya ketidakwajaran dalam proses penyidikan yang melibatkan Unit 2 Resnarkoba, termasuk nama pejabat yang disebutkan publik:
IPTU Adhi Waluyo, S.H., M.H. (Kanit 2)
KOMPOL M. Akbar Eka Putra Samosir, S.H., S.I.K., M.H. (Kasat Narkoba)
Publik mempertanyakan apakah benar terjadi ketidakkonsistenan dalam penindakan atau adanya keputusan yang tidak dijelaskan secara terbuka kepada pihak keluarga dan kuasa hukum tersangka.
Menguatnya Desakan Publik Akan Transparansi
Narasi “tangkap–lepas” yang beredar luas telah membuat masyarakat menuntut klarifikasi resmi, transparansi prosedural, dan evaluasi internal terhadap jajaran terkait. Dalam negara hukum, proses penyidikan harus berdiri di atas:
Asas kesetaraan di depan hukum
Larangan pilih kasih
Transparansi dan akuntabilitas aparat penegak hukum
Pengawasan yang ketat terhadap kewenangan diskresi
Tanpa penjelasan yang jelas dan terbuka, berbagai dugaan akan terus berkembang — termasuk dugaan bahwa ada pihak tertentu yang mendapatkan perlakuan khusus.
Seruan Publik: Lawan Penyalahgunaan Wewenang, Dorong Pengawasan Independen
Masyarakat Indonesia menginginkan penegakan hukum yang bersih dan tidak pandang bulu. Karena itu, publik menyerukan pentingnya:
Evaluasi internal oleh pimpinan Polri
Pemeriksaan oleh pengawas fungsional maupun eksternal bila diperlukan
Kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait
Kepatuhan terhadap KUHAP tanpa pengecualian
Suara publik tegas:
Segala bentuk dugaan ketidakprofesionalan harus diungkap, diperiksa, dan ditindak sesuai aturan. Tidak boleh ada ruang bagi “tangkap–lepas” atau perlakuan berbeda dalam penegakan hukum.


